
Kebetulan karena kakakku bergelut di bidang bebatuan maka pilihan lebih cenderung ke wisata alam.Walau sebenarnya beberapa keponakan lebih keberatan dengan pilihan uwanya daripada pilihan mereka sendiri yang diinginkan, dengan alasan wisata alam atau yang menyangkut batu-batuan hanya keinginan uwa-nya saja.
Pertama, tempat yang dikunjungi adalah Stasiun KA Lampegan, sebuah stasiun tua yang telah direnovasi yang mana PT.KAI berencana mengaktifkan kembali jalur kereta tersebut dengan trayek Ciroyom Bandung - Sukabumi, namun rencana tersebut belum terealisasi padahal jalur kereta tersebut dinilai masih layak dan akan turut mendukung perkembangan sektor-sektor lain, seperti perdagangan dan sektorpariwisata daerah Sukabumi dan Cianjur Selatan.pada khususnya.
Dengan diselingi pemandangan yang menarik di sepanjang jalur kereta ini tentunya akan sangat menarik turis-turis lokal dan mancanegara.
Selain itu dengan adanya terowongan Lampegan yang dibangun pada masa kolonial Belanda th.1879-1882 menjadi saksi sejarah yang akan turut mewarnai kesan perjalanan mereka ke tempat ini.
Kata 'Lampegan' konon muncul seiring pembangunan terowongan ini, dari kirata bahasa Sunda 'Lampe Gan', seorang mandor menawarkan lampu pada penguasa saat itu karena gelap.

Dalam beberapa menit akhirnya sampai juga di tempat tujuan. Yang namanya gunung benar juga, untuk menuju ke palataran utama situs Megalitikum, kami haris mendaki beberapa trap batu dan mengimbangi kondisiku saat itu setahap demi setahap ku berjalan, akhirnya sampai juga meskipun agak was-was.
Di atas bukit terhampar formasi batuan yang disusun secara sengaja untuk fungsi khusus, diantaranya adalah fungsi untuk beribadah dan fungsi sosial untuk berkumpul dan istirahat para pemimpinnya.
Konon seluruh gerbang masuk yang tersusun dari batu tersebut menghadap pada satu titik ke arah Gunung Gede Pangrango yang dianggap sakral.
Menurut pemandu yang menjelaskan situs tersebut "dinamakan Gunung Padang diambil dari kata 'padang' seperti 'padang bulan' artinya 'terang bulan', katanya saat bulan purnama di puncak bukit itu akan terang benderang diterangi sinar purnama, dimana masyarakat saat itu mempersembahkan sesajian untuk dewanya.
Oleh sebab itu dinamakan masyarakat sekitar mnyebutnya Gunung Padang", jadi tidak ada hubungannya dengan Kota Padang di Sumbar.